Jejak Fenomena Flexing

Bening Marga Rita

Gaya Hidup | Thursday, 16 Mar 2023, 12:56 WIB

sumber : dokumen pribadi

Tak dapat dipungkiri, siapa sih yang belum mengenal dunia media sosial atau social networks dengan berbagai fitur yang memenuhi layar hanphone setiap pemiliknya, tentunya tidak lepas dari adanya kemudahan yang disajikan fitur dalam menangani masalah kita. Dan kemajuan teknologi itu sendiri dimanfaatkan seluruh manusia dari berbagai segmen strata kehidupan sehingga kita harus bijak dalam menggunakan teknologi di media sosial tersebut.

Kondisi yang menjadikan kemajuan teknologi memberikan dampak negatif pula pada penggunanya. Maraknya fenomena Flexing merupakan satu diantara dampak negatif tersebut. Flexing menjadi sebuah virus yang membuat seseorang meniru dan meng-Unggah apa yang tidak seharusnya di perlihatkan pada menikmat media sosial yang terkesan menipu orang lain sehingga muncullah tindakan kriminalitas. Misalkan saja pencurian, penipuan, penggelapan barang mewah dan lain sebagainya.

Flexing adalah tindakan pamer kekayaan, popularitas, bahkan dapat mempertontonkan fisik yang menarik agar terlihat lebih mencolok untuk mendapatkan pengakuan oleh orang lain yang melihatnya. Hal yang paling bisa kita lihat ketika kita membuka salah satu media sosial, seseorang bisa dikatakan flexing ketika seorang influencer yang memperlihatkan koleksi baju, tas ataupun sepatu buatan desainer ternama dengan brand mewah lewat media sosialnya. Bahkan kadang kita bisa lihat seorang influencer memamerkan mobil mewah keluaran terbaru oleh sebuah brand otomotif ternama dunia dengan berbagai gaya yang telah di foto dan di Unggah ke dalam media sosial.

Mari kita bahas kenapa orang melakukan flexing.

1. Adanya rasa ragu pada diri sendiri/insecure

Seseorang yang mempunyai rasa ragu pada dirinya sendiri sehingga memerlukan pengakuan oleh orang disekitarnya dengan harapan mereka mengetahui apa yang dimiliki baik barang mewah atau statusnya.

2. Menarik perharian lawan jenis

Untuk menarik perhatian lawan jenis dengan memamerkan perilaku yang mencolok salah satunya dengan menampilkan kemewahan, menampilkan kesempurnaan fisik, dan keseharian mereka sehingga berharap lawan jenis tertarik akan dirinya sehingga menjalin sebuah relation.

3. Adanya rasa hanya untuk pamer

Rasa kurang empati pada lingkungan sekitar memanglah ada meski hanya sebagian orang yang memiliki rasa ini. Memamerkan apa yang dia punya dan dia merasa puas melakukan Flexing ini.

Lain dari itu, pemanfaatkan Flexing bisa juga digunakan untuk membantu proses pengembangan suatu usaha dengan menjadi salah satu bagian Marketing produknya agar menarik perhatian para calon konsumen. Sehingga terkadang Influencer dapat memperoleh tambahan penghasilan dari kegiatan flexing ini. Flexing dalam kehidupan pelajar bisa diaplikasikan dengan memanfaatkan karya atau hobi sehari-hari yang diminati, misalkan pelajar suka memasak,menjahit dan membuat karya lainnya bisa di demonstrasikan dengan mem-Flexingkan hasil karyanya dalam platform media sosial yang lagi trend sekarang.

Bagaimana cara mensikapi adanya flexing dalam lingkungan kita,antara lain dengan cara :

1. Mempunyai rasa syukur apa yang kita punya sekarang

Tidak semua orang memiliki rasa syukur atas pencapaian yang sudah kita peroleh. Berpikir bahwa setiap orang memiliki goals atau pencapaian dalam hidup itu berbeda-beda.

2. Penjaga rasa percaya diri

Apa yang kita miliki itulah yang kita pakai tidak meanipulatif diri kita agar terlihat berlebihan yang kurang bermanfaat dalam hidup.

3. Tidak mempermalukan atau menjatuhkan pihak flexing

Berpikir itu adalah hak asasi setiap orang memamerkan kekayaanya asalkan itu dari hasil kerja kerasnya semalam ini tugas kita jangan permalukan atau menjatuhkan influencer tersebut. Bersikap santai lebih tepatnya ketika melihat hal tersebut.

Referensi:

Kitalulus.com. Diakses pada 2023. Tren Fexing di media sosial

Halodoc.com. Diakses pada 2023. TrenFlexing di media sosial

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

“).attr({
type: ‘text/javascript’,
src: ‘https://platform.twitter.com/widgets.js’
}).prependTo(“head”);
if ($(“.instagram-media”).length > 0)
$(”

Source: https://retizen.republika.co.id/posts/206056/jejak-fenomena-flexing

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *